Hukum Meinta Ruqyah
Soal Jawab Memahami Hadits yang dalam Kitab Min Muqawwimat Nafsiyyah (Hadits Terkait Ruqyah)
Ustadz Irfan Abu Naveed Al-Atsari
Yakni hadits yang dinukil dalam kitab Nafsiyyah Islamiyyah, terkait ruqyah.
Pertanyaan
Asalamualaikum ...ustadz, penjelasan hadits ke 3 tentang praktek Ruqyah, dlm kitab muqawwimat (terj). Mohn penjelasannya
Jawaban
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه أجمعين وبعد
Rasulullah -shallaLlahu 'alayhi wa sallam- bersabda:
يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ قَالُوا وَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ هُمْ الَّذِينَ لَا يَكْتَوُونَ وَلَا يَسْتَرْقُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ فَقَامَ عُكَّاشَةُ فَقَالَ ادْعُ اللهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ قَالَ أَنْتَ مِنْهُمْ
“Akan masuk surga dari golongan umatku sebanyak tujuh puluh ribu orang tanpa hisab.” Mereka bertanya: “Siapakah mereka wahai Rasûlullâh?” Beliau menjawab: “Meraka adalah orang yang tidak melakukan pengobatan kay, tidak melakukan ruqyah, dan mereka bertawakal kepada Rabb mereka.” Lalu Ukkasyah berdiri seraya berkata: “Berdoalah untukku agar Allah memasukkanku ke dalam kelompok mereka.” Beliau bersabda: “Kamu termasuk mereka.” (HR. al-Bukhârî, Muslim & Ahmad. Lafal al-Bukhârî)
Hadits ini, saya uraikan jawabannya dengan mengambil faidah ilmu dari para ulama, dalam buku "Menyingkap Jin & Dukun Hitam Putih Indonesia", intinya hadits ini jika dikaji dengan menjamak hadits-hadits terkait ruqyah secara umum, mengandung larangan terhadap praktik meruqyah dan meminta ruqyah dengan ruqyah syirkiyyah, bukan praktik ruqyah syar'iyyah.
Dalam ilmu balaghah hadits ini mengandung al-ijaz bi al-hadzf (meringkas dengan menghilangkan sebagian), yakni tidak menyebutkan secara lugas kata syirkiyyah setelah kata ruqyah, namun maksudnya jelas berdasarkan indikasi-indikasinya, yakni "ruqyah syirkiyyah", disandingkan dengan praktik tathayyur (meramal dengan burung) dan di akhir kalimat diperjelas dengan kalimat yang menjadi prinsip dalam ruqyah syar'iyyah: "wa 'ala rabbihim yatawakkalun" (hanya kepada Allah mereka bertawakal).
Imam Ibn Baththal (w. 449 H) ketika menjelaskan hadits di atas, di antaranya menukil penjelasan Imam Abu al-Hasan al-Qasibi:
معنى لا يسترقون. يريد الاسترقاء الذى كانوا يسترقونه فى الجاهلية عند كهانهم وهو استرقاء لما ليس فى كتاب الله ولا بأسمائه وصفاته، وإنما هو ضرب من السحر، فأما الاسترقاء بكتاب الله والتعوذ بأسمائه وكلماته فقد فعله الرسول وأمر به ولا يخرج ذلك من التوكل على الله، ولا يرجى فى التشفى به إلا رضا الله
”Makna mereka tidak meminta ruqyah, yang dimaksud meminta ruqyah –dalam hadits ini- adalah ruqyah yang telah mereka minta dulu pada masa jahiliyyah kepada dukun-dukun mereka, dan hal itu berarti permintaan terhadap ruqyah yang bukan dari bacaan KitabuLlaah, tidak pula dengan Asmaa’ Allah dan Sifat-Sifat-Nya, dan ia hanyalah bagian dari sihir. Adapun perbuatan meminta ruqyah dengan bacaan KitabuLLaah, dan do’a perlindungan dengan Asmaa’ Allah dan Kalimat-Kalimat-Nya, maka sungguh Rasulullah –shallaLlahu ‘alayhi wa sallam- telah melakukannya dan memerintahkannya dan hal itu tidak keluar dari sikap bertawakal kepada Allah dan tidak diharapkan dari pengobatan tersebut kecuali keridhaan Allah.”[1]
Ketika menjelaskan mengenai ruqyah, al-Hafizh Ibn al-Atsir menuturkan bahwa dalam hadits-hadits terdapat dalil kebolehan ruqyah dan yang terlarang. Lalu ia berkata bahwa salah satu hadits yang menunjukkan kebolehan meminta ruqyah adalah hadits (اسْتَرْقُوا لَهَا فَإِنَّ بِهَا النَّظْرَة) artinya: ”Mintakanlah ruqyah untuknya, karena sesungguhnya pada dirinya terdapat gangguan mata jahat.” Dan yang menunjukkan larangan atasnya (لاَ يَسْتَرْقُوْن وَلاَ يَكْتَوُونَ).[2] Dan hadits-hadits pada dua bagian ini banyak, dan dengan men-jama’ di antara keduanya dipahami bahwa ruqyah dibenci jika mengandung ucapan selain bahasa arab, bukan Asma’ Allah, Sifat-Sifat-Nya dan firman-Nya dalam kitab-kitab yang diturunkan-Nya, atau dengan keyakinan bahwa ruqyah bermanfaat tanpa ada campur tangan-Nya sehingga manusia bergantung padanya, dan untuk itulah maksud hadits (مَا تَوَكَّل من اسْتَرْقَى) namun tidak dibenci jika menyelisihi hal-hal di atas; misalnya membaca do’a perlindungan dengan al-Qur’an, Asma’ Allah, bacaan ruqyah yang diriwayatkan dalam al-Sunnah.
Al-Hafizh an-Nawawi dalam Syarh Shahîh Muslim menjelaskan ketika menggabungkan hadits-hadits yang mengandung larangan dan kebolehan ruqyah: “Sesungguhnya larangan terhadap ruqyah berlaku bagi ruqyah yang menggunakan perkataan kufur, dan ruqyah yang tak diketahui artinya misalnya menggunakan bahasa selain bahasa arab atau apapun yang tak diketahui artinya. Ruqyah jenis ini tercela karena kemungkinan mengandung kekufuran atau mendekati kekufuran atau mengandung sesuatu yang dibenci. Adapun ruqyah dengan ayat-ayat al-Qur’an, zikir-zikir yang baik maka tidak terlarang bahkan dihukumi sunnah.”[3]
=======================
[1] Ibn Baththal Abu al-Hasan ‘Ali bin Khalaf, Syarh Shahîh al-Bukhâri, Riyadh: Maktabah al-Rusyd, Cet. II, 1423 H, juz IX, hlm. 403.
[2] Majduddin Abu al-Sa’aadaat al-Mubarak bin Muhammad al-Jazari, Al-Nihâyah fii Gharîb al-Hadîts, juz II, hlm. 255.
[3] Al-Hafizh al-Nawawi, Syarh Shahîh Muslim.