Apa Benar Muhamadiyah Melarang Ruqyah ...?
Penulis : Ustad A.Baedhowi Ali
Pada pengajian Ahad pagi di masjid “Biru” Cepokokuning, Batang pada 11 Januari 2015 lalu, ustadz Ibnu Soleh menyampaikan materi “Ruqyah mandiri” dan langsung mempraktekkan dan kemudian berlanjut ruqyah mandiri di masjid Al Furqon – Karangasem, dan masjid At Taqwa – Kalipucang Kulon.
Di setiap tempat kegiatan itu selalu dibanjiri oleh peserta, bukan hanya peserta dari Batang, tapi juga dari luar Kabupaten Batang. Artinya kegiatan tersebut mendapatkan respon positif dari masyarakat.
Namun dibalik itu, sejak awal dan sampai saat ini terjadi pula tanggapan negatif dari sebagian warga/simpatisan Muhammadiyah di Kec. Batang, ada diantaranya yang mangatakan “wong Muhammadiyah kok memparcayai hal seperti itu” ada lagi yang mempertanyakan “bagaimana sebenarnya sikap Muhammadiyah tehadap ruqyah” bahkan ada juga yang menfonis “itu perbuatan musyrik”. Masya Allah!
Tentu kita tidak bisa menyalahkan komentar-komentar tersebut, karena disamping komentar –komentar tersebut memang tidak sepenuhnya salah dan tidak sepenuhnya benar, juga karena mereka tidak tahu atau mungkin pengetahuannya tentang ruqyah hanya sepotong-sepotong.
Ungkapan pertama menunjukkan sikap seolah-olah dia telah mengetahui bahwa Muhammadiyah secara organisasi tidak sepakat atau bahkan mungkin dianggap melarang praktek ruqyah, sedang ungkapan kedua memang dia butuh tahu sikap Muhammadiyah sebanarnya bagaimana, sedang sikap ketiga menunjukkan sempitnya pengetahuan tentang ruqyah.
Pada tulisa ini kami tidak akan menanggapi sikap-sikap diatas, karena pro kontra dalam suatu masalah itu biasa dan itu hak setiap orang, tapi disini penulis sekedar ingin berbagi pengetahuan yang kami peroleh dari berbagai literatur yang mengupas tentang apa dan bagaimana sebenarnya ruqyah itu.
Ruqyah adalah jamak dari kata “raqiya-yarqa-raqyan-waruqiyan”.
Kata tersebut memiliki banyak arti, tapi kami ambil arti yang sesuai dengan pembicaraan kita kali ini adalah “mantera/ jampi-jampi atau jimat” (kamus Al Munawir).
Perlu kami luruskan, banyak diantara kita masih ada yang salah penyebutannya yaitu “Ru’yah” asal kata “Ra-a” yang artinya “melihat ” dan biasanya kata tersebut lebih akrab bagi kita ketika digunakan untuk melihat hilal di akhir bulan sebagai tanda masuk atau tidaknya awal bulan Hijriyyah. Sementara kata mantera (dalam kamus ilmiah populer) bahasa Indonesia berarti “jampi-jampi, guna-guna dengan do’a-do’a”.
Dari terjemahan kata tersebut, secara umum kita tentu akan membedakan bahwa kedua kata diatas memiliki arti yang bertolak belakang antara yang satu dan lainnya, yaitu kata “jampi-jampi” biasanya di gunakan untuk pengobatan dengan do’a sebagai upaya untuk mendapatkan kesembuhan dari penyakit baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
Namun, cara menjampi juga ada dua macam yang biasa digunakan di masyarakat; yang pertama, memohon langsung kepada Allah dengan cara membaca ayat-ayat al Qur’an dan atau do’a-do’a yang diajrkan oleh Rasulullah SAW atau kalimat-kalimat permohonan kepada Nya dengan bahasa yang kita mengerti, ini yang dikenal dengan istilah “Ruqyah Syar’iyyah”.
Cara yang seperti ini tentu tidak bisa di kategorikan musyrik, karena sama sekali tidak ada unsur-unsur mempersekutukan Allah.
Sedang cara yang kedua, adalah permohonan kesembuhan dengan do’a kepada Allah (mungkin juga di bacakan ayat-ayat al Qur’an) tapi disertai permohonan atau melalui makhluk ciptaan Allah yang dianggap memiliki kekuatan atau kemampuan menyembuhkan, semisal jin atau arwah orang yang sudah meninggal dunia, atau bahkan memintanya sama sekali tidak kepada Allah tetapi kepada selain-Nya, ini yang disebut “Ruqyah ghairu syar’iyyah” atau “Ruqyah Syirkiyyah”
Sedang kata “guna-guna” tentu konotasi kita langsung kepada suatu upaya untuk mencelakakan orang dengan cara tersembunyi, menggunakan do’a yang biasanya disertai dengan tambahan sesaji atau semacamnya.
Ruqyah ghairu syar’iyyah dan guna-guna ini bisa juga di sebut “Sihir” karena kedua cara ini jelas membutuhkan bantuan jin / syetan (lihat al Qur’an Surat 2, Al Baqarah ayat 102 dan Surat 72 al Jin ayat 6)
dan jelas inilah perbuatan yang di kategorikan musyrik.
Dalam suatu hadits dari Auf bin Malik Al Asyja’iy diceritakan bahwa ia mengatakan “Kami dahulu (di masa jahiliyyah) terbiasa meruqyah.
Kemudian kami bertanya kepada Rasulullah SAW “Ya Rasulullah bagaimana pendapatmu tentang itu?” (maksudnya Ruqyah) maka Rasulullah menjawab “Tunjukkan kepadaku ruqyah-ruqyahmu! Tidak mengapa ruqyah-ruqyah selama tidak mengandung kemusyrikan” (H.R.Muslim)
Apakah Al Qur’an dapat menyembuhkan penyakit ?
Sebenarnya banyak ayat yang menunjukkan bahwa al Qur’an dapat menyembuhkan penyakit atau sebagai obat, hanya memang ada perselisihan pendapat/ beda pemahaman tentang penyakit dimaksud, sebagian orang mengatakan yang dimaksud adalah penyakit hati saja seperti syirik, hasad, riya, sombong, munafiq dan sebagainya, tapi sebagian lagi mengatakan memang dapat menyembuhkan segala penyakit lahir/fisik maupun batin seperti gangguan jin baik yang nampak nyata seperti kesurupan atau yang tidak nyata seperti orang yang merasa memiliki kelebihan indera ke enam (dikenal dengan indigo).
Sedang penyakit fisik seperti demam, sengatan serangga, sakit perut dan penyakit penyakit fisik lainnya sebagaimana kita ketahui .
Anggapan tersebut di perkuat juga oleh hadits-hadits shahih dari Rasulullah SAW dan ayat-ayat al Qur’an antara lain;
1. Surat 41, Fusshilat :44
........ ﻗُﻞْ ﻫُﻮَ ﻟِﻠﺬِﻳْﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮْﺍ ﻫُﺪًﺍﻭَﺷِﻔﺎﺀٌ ......
rtinya “....Katakanlah, al Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar (obat) bagi orang-orang ang beriman....”
2. Surat 17, Al Isra ayat 82
ﻭَﻧُﻨَﺰِﻝُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻘﺮْﺁﻥِ ﻣَﺎ ﻫُﻮَ ﺷِﻔﺂﺀٌﻭَﺭَﺣْﻤَﺔ ٌﻟِﻠﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ....
rtinya “Dan Kami turunkan dari al Qur’an sesuatu yang menjadi penawar (obat) dan rahmat agi orang-orang yang beriman.......”
3. Surat 10, Yunus ayat 57
ﻳَﺄﻳُﻬَﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱُ ﻗﺪْ ﺟَﺎﺀَﺗْﻜﻢْ ﻣَﻮْﻋِﻈﺔ ٌﻣِﻦْ ﺭَﺑِﻜُﻢْ ﻭَﺷِﻔﺂﺀٌ ﻟِﻤَﺎ ﻓِﻰ ﺍﻟﺼُﺪُﻭْﺭِﻭَﻫُﺪًﻯ ﻭَﺭَﺣْﻤَﺔ ٌﻟِﻠﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ
Hai sekalian manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian pelajaran dariRabb kalian, an penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada)di dalam dada, dan petunjuk serta ahmat bagi orang-orang yang beriman”.
Hadits yang cukup panjang, Riwayat Imam Bukhari dari Abu Sa’id Al Khudhri yang intinya
“Beberapa orang shahabat Nabi yang pergi ke suatu desa, kemudian ada orang yang minta diobati karena disengat binatang, kemudian shahabat membacakan surat Al Fatihah dan menyemburkan air liurnya ke luka tersebut, ternyata sembuh. Lalu shahabat tersebut diberi upah seekor kambing. Setelah hal itu di laporkan kepada Rasulullah SAW, maka Rasulullah tertawa sambil berkata “Apa yang kalian ketahui, sesungguhnya itu adalah ruqyah, ambillah kambing itu dan berikan kepadaku sebagiannya”
4. Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah berpendapat bahwa “Jika ada beberapa perkataan yang mempunyai kekhususan dan manfaat di dalam mengucap ruqyah, maka sudah tentu akan lebih bermakna khusus dan bermanfaat, jika itu adalah ayat-ayat Allah”.
Beberapa contoh meruqyah penyakit fisik sesuai hadits-hadits shahih;
1. Untuk mengobati diri sendiri. Letakkan tangan anda pada bagian tubuh yang sakit, kemudian bacakan:
” Bismillah (di baca3 x) A’uudzu billaahi waqudratihi min syarri ma ajidu wa uhaadziru. ( di baca 7 x) . (H.R.Muslim). Artinya:
“Dengan menyebut nama Allh (3 x)” “Aku berlindung kepada kekuasaan Nya dari dari kejahatan apa yang aku dapati dan yang aku khawatirkan (7 x)”
2. Untuk mengobati orang lain, antara lain. Dari A’isyah RA, bahwa Rasulullah SAW pernah mengobati seseorang dengan cara menaruh satu jari telunjuknya ke atas tanah kemudian debu yang menempel pada ujung jarinya itu di oleskan pada bagian yang sakit sambil membaca kalimkat : “Bismillaahi turbatu ardhina wa riiqatu ba’dhina yusqii saqiimuna bi idzni rabbinaa” (H.R.Bukhari) .
Artinya “Dengan menyebut Nama Allah, ini adalah debu bumi kami, dengan air liur kami, sembuhkanlah orang yang sakit dari kami, dengan idzin Tuhan kami”
Imam Nawawi mengomentari hadits tersebut diatas dengan mengatakan :” Yang di maksud dengan tanah pada hadits diatas adalah khusus tanah Madinah saja, karena karena keberkahan dari Allah SWT kepada kota Madinah, sedang air liur yang dimaksud hanyalah air liur Rasulullah SAW saja”.
Sementara, Imam Al Qurthubi berkata:”Dalam hal menaruh jari-jari pada bumi adalah menunjukkan akan perbuatan yang di sukai untuk dilakukan ketika ruqyah”. (Lihat Ruqyah dalam shahih Bukhari oleh M.H.M.Hasan Ismail hal.90 – Aulia Press Solo)
3. Rasulullah SAW juga menganjurkan ketika kita menengok orang sakit hendaklah kita mendoakan dengan contoh-contoh do’a dari beliau antara lain : “ As alullaahal ‘azhiim Rabbal ‘arsyil ‘azhiim an yashfiyaka” dibaca 7 x. (H.R.At Tirmidzi dan Abu Daud).
Artinya : “Aku mohon kepada Allah Yang Maha Agung, Rabb ‘Arsy yang agung, agar Dia menyembuhkanmu”.
4. Adapun untuk mengobati/ meruqyah dari gangguan jin, telah pula di contohkan oleh Rasulullah SAW, antara lain sebagaimana hadits riwayat Abu Daud mengatakan bahwa :
“Pengobatan (gangguan jin) yang paling ampuh adalah dengan Surat Al Fatihah, ayat Kursi, dua ayat terakhir Surat al Baqarah, Surat Al Ikhlas dan Mu’awwidzatain”
5. Disamping pengobatan dengan cara-cara diatas, ada pula keterangan dari Rasulullah SAW tentang pengobatan dengan menggunakan Habbatus Sawda’, madu, bekam, air zam-zam, dsb yang semua itu bisa di kategorikan ruqyah.
Namun sembuh atau tidaknya orang yang di obati tentu tergantung dari orang yang meruqyah dan penerimaan (keyakinan) orang yang di ruqyah. Dan yang paling menentukan adalah keridhaan Allah SWT karena hanya Dia lah Yang Menyembuhkan segala penyakit, seperti dokter yang juga sama sekali tidak memiliki kekuasaan untuk menyembuhkan orang sakit.
Demikian, kami hanya sekedar berbagi informasi, semuanya kami kembalikan pada pembaca masing-masing dalam menyikapi. Terima kasih.
Penulis adalah anggota Majlis Tabligh PDM Batang
Sumber
http://batang.muhammadiyah.or.id/artikel-sekilas-tentang-ruqyah-detail-482.html