Kayu Siwak dan Tongkat Bidara, Ada Apa ?
===================================
■ Persoalan ruqyah semakin lama semakin mengalami pergeseran makna. Ruqyah tidak lagi dimaknai sebagai ayat-ayat dan doa perlindugan yang dibacakan dengan landasan keimanan dan keikhlasan serta ketawakkalan kepada Allah.
■ Ruqyah sudah mengalami pergeseran dari kekuatan keimanan menjadi tindakan fisik. Anda tidak perlu membaca al-Qur'an dengan baik dan mentadabburinya tapi cukup membaca sekedarnya dan ciptakan sebuah cara dan teknik yang dapat memuaskan pasien dan terlihat jin yg mengganggu kesakitan atau tersiksa. Itu yang terjadi.
■ Dulu, pernah seorang peruqyah memposting video atau tulisan (saya kurang pasti) yang mengatakan bahwa ruqyah dengan menggunakan kayu siwak ditakuti oleh jin.
■ Alasannya bahwa kayu siwak adalah sunnah Nabi dan (katanya) setiap sunnah nabi pasti ditakuti oleh jin. Cara pemakaiannya, kayu siwak digunakan untuk menekan, menyentuh atau memukul bagian tubuh pasien yg diduga ada gangguan jinnya.
■ Kini, muncul suatu keyakinan terhadap kayu pohon bidara yg bisa dijadikan stik atau tongkat dalam praktik ruqyah. Cara pemakaiannya juga (barangkali) sama dengan kayu siwak yg tadi disebutkan.
■ Saya tidak tau siapa yg memulai cara dan teknik ini, tapi ada pesan pribadi yg bertanya di whatsapp saya.
■ Saya masih meyakini bahwa daun bidara dapat digunakan sebagai salah satu media dalam proses terapi gangguan jin atau sihir.
■ Meskipun demikian, daun bidara tetap bukan merupakan hakikat ruqyah tapi hanya sekedar media atau wasilah. Yang namanya wasilah tidak bisa dijadikan sebagai pembenaran untuk mencapai tujuan.
■ Penggunaan daun bidara dengan cara yg sudah disebutkan oleh ulama dan praktisi ruqyah adalah persoalan tajribah (pengalaman), bukan sesuatu yg langsung datang dari Nabi Muhammad saw.
■ Artinya, penggunaan sesuatu yg sifatnya pengalaman tidak bisa mengalahkan sesuatu yg jelas-jelas ada dalil dan landasan syar'inya.
■ Boleh menggunakan sesuatu yg bersifat tajribah tapi tidak dalam konteks memprioritaskannya melebihi sesuatu yg manshush (ada nas-nya). Ini dalam konteks penggunaan daun bidara dan lain-lain.
■ Adapun menggunakan tongkat atau stik yg dibuat dari kayu pohon bidara untuk menakuti jin dalam proses ruqyah merupakan sesuatu yg aneh jika tidak mau disebut sebagai perbuatan yg menyesatkan.
■ Masalah daun bidara yg ditumbuk dan diminumkan saja merupakan tajribah ulama, nah kayu bidara ini darimana sumber cara penggunaannya seperti itu. Apakah tajribah juga ?
■ Jika iya, sudahkan ada pengakuan ulama atau pakar syari'ah yg juga memahami ruqyah syar'iyyah dengan baik?
■ Jika semua tajribah boleh dilakukan, maka jangan heran semakin lama peruqyah sudah tidak ada bedanya dengan dukun. Karena masing-masing meyakini dan menggunakan cara yang sudah diuji-cobanya dan memberikan hasil menurut keyakinannya.
■ Jadi, dalam menggunakan media kita tidak boleh berlebih-lebihan. Sepatutnya kita justru intropeksi mengapa ruqyah dengan membacakan ayat-ayat qur'an yg kita lakukan belum mendapatkan hasil yg maksimal. Atau sebenarnya sudah memberikan hasil, hanya saja kita ingin kelihatan lebih "terlihat reaksi" yg dimunculkan seperti menjerit, muntah, kesurupan dan sebagainya.
■ Padahal tidak selamanya keberhasilan dan reaksi positif ruqyah itu dilihat dari apa yg terjadi saat proses ruqyah.
■ Antara kayu siwak dan tongkat bidara kelihatan ada kesamaan dalam memahaminya bagi sebagian kecil kalangan peruqyah.
■ Oleh karena itu, semua peruqyah harus banyak bertanya kepada ulama dan ahli syariah sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Abu al-Barro Usamah bin Yasin al-Ma'aniy dalam berbagai momentum dauroh yg didasarkan kepada perintah Allah :
*"Bertanyalah kamu kepada orang yg berilmu jikalau kamu tidak mengetahuinya"*.
Wallahu a'lam.
==========
Medan, 14 Desember 2018
Ustad Musdar Bustamam Tambusai
(Founder MATAIR / Majlis Talaqqi Ilmu Ruqyah)