Assalammu'alaikum. Barakallahu fik.
Ustadz, ana mau tanya tentang HIPNOTIS
menurut Al Qur'an dan Sunnah. Apakah itu
termasuk musyrik???
Jazakallahu khairan
Berikut ini jawaban para ulama dalam komisi
riset dan fatwa tentang hukum Hipnotis, semoga
bermanfaat
Fatwa Lajnah Da’imah [1] (Komisi Khusus
Bidang Riset Ilmiah dan Fatwa) Saudi Arabia
Pertanyaan
Apa hukumnya hipnotis?
dimana dengan kemampuan hipnotis tersebut,
pelakunya dapat menerawangkan fikiran korban,
lalu mengendalikan dirinya dan bisa membuatnya
meninggalkan sesuatu yang diharamkan, sembuh
dari penyakit tegang otot atau melakukan
pebuatan yang dimintanya tersebut?
Jawaban Lajnah Da’imah sebagai berikut:
Pertama : (pendahuluan)
Ilmu tentang hal-hal yang ghaib merupakan hak
mutlak Allah Ta'ala , tidak ada seorang pun dari
makhluk-Nya yang mengetahui, baik itu jin atau
pun selain mereka, terkecuali Allah mengabarkan
hal gaib tersebut kepada orang yang dikehedaki-
Nya seperti kepada para malaikat atau para
rasul-Nya berupa wahyu.
Dalam hal ini, Allah Ta'ala berfirman.
"Katakanlah. Tidak ada seorang pun di langit
dan di bumi yang mengetahui perkara yang
ghaib, kecuali Allah" [An-Naml : 65]
Dia juga berfirman berkenaan dengan Nabi
Sulaiman dan kemampuannya menguasai bangsa
jin.
"Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian
Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada
mereka kematiannya itu kecuali rayap yang
memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah
tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau
sekiranya ,mereka mengetahui yang ghaib
tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang
menghinakan" [Saba : 14]
Demikian pula firman-Nya.
"(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang
ghaib, maka Dia pun tidak memperlihatkan
kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.
Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka
sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga
(malaikat) di muka dan dibelakangnya" [Al-Jin :
26-27]
Dalam sebuah hadits yang shahih dari An-
Nuwas bin Sam'an Radhiyallahu 'anhu dia
berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda.
"Bila Allah ingin memerintahkan suatu hal, Dia
pun menyampaikan melalui perantaraan wahyu.
lalu langit menjadi bergemuruh –dalam riwayat
lain : bergemuruh yang amat sangat seperti
disambar petir- karena rasa takut kepada Allah.
Bila hal itu didengarkan oleh para penghuni
langit, mereka pun pingsan dan bersimpuh sujud
kepada Allah.
Lalu yang pertama siuman adalah
Jibril, maka Allah menyampaikan wahyu yang
dikehendaki Nya kepada Jibril,
lalu Jibril pun berkata, “Allah telah berfirman
yang haq dan Dialah Yang Maha Tinggi Lagi
Maha Besar". Semua para malaikat pun
mengatakan hal yang sama seperti yang telah
dikatakan oleh Jibril. Lantas sampailah wahyu
melalui Jibril hingga kepada apa yang
diperintahkan oleh Allah Ta'ala terhadapnya"
Di dalam hadits Shahih yang lain dari Abu
Hurairah Radhiyallahu 'anhu dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda
"Bila Allah telah memutuskan suatu perkara
dilangit, para malaikat mengepakkan sayap-
sayapnya sebagai (refleksi) ketundukan terhadap
firman-Nya, seakan-akan seperti rantai yang di
pukulkan diatas batu besar yang licin.
apabila
rasa takut itu sudah hilang dari hati mereka,
mereka bertanya “Apa yang telah difirmankan
oleh Rabb kalian?”. Mereka yang lain menjawab,
“ Allah telah berfirman dengan yang Hak dan
Dialah Maha Tinggi Lagi Maha Besar”.
Lalu kabar tersebut didengar oleh para pencuri
berita dilangit, dan para pencuri berita langit
dengan lainnya itu seperti ini, yang satu di atas
yang lainnya (estafet). (Sufyan, periwayat hadits
ini menggambarkan dengan tangannya ;
merenggangkan jemari tangan kanannya,
menegakkan sebagian ke atas sebagian yang
lain).
Bisa jadi pencuri langit tersebut mendengar
sebagian percakapan (para malaikat) kemudian
menyampaikan berita tersebut kepada yang
dibawahnya dan seterusnya sampai ketelinga
para dukun dan tukang sihir,
Atau bisa jadi para pencuri langit terbakar oleh
panah api sebelum bisa menyampaikan berita,
atau terbakar setelah menyampaikannya, maka
para dukunpun berdusta dengan seratus
kedustaan, maka mereka pun berkata,
'Bukankah dia telah memberitahukan kepada kita
pada hari anu dan anu terjadi begini dan
begitu,dan ternyata benar " dan dukunpun
dipercaya hanya karena sedikit berita yang
didengar dari pencuri kabar dilangit.
Maka, tidak boleh meminta pertolongan kepada
jin dan para makhluk selain mereka untuk
mengetahui hal-hal ghaib, baik dengan cara
memohon dan mendekatkan diri kepada mereka,
member sesajen ataupun lainnya.
Bahkan itu
adalah perbuatan syirik karena ia merupakan
jenis ibadah padahal Allah telah memberitahukan
kepada para hamba-Nya agar mengkhususkan
ibadah hanya untuk-Nya semata, yaitu agar
mereka mengatakan, "Hanya kepada-Mu kami
menyembah (beribadah) dan hanya kepada-Mu
kami memohon pertolongan".
Juga telah terdapat hadits yang shahih dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau
berkata kepada Ibnu Abbas, "Bila engkau
meminta, maka mintalah kepada Allah dan bila
engkau memohon pertolongan, maka mohonlah
pertolongan kepada Allah"
Kedua : (hukum hipnotis)
Hipnotis merupakan salah satu jenis sihir
(perdukunan) yang mempergunakan jin sehingga
si pelaku dapat menguasai diri korban, lalu
berbicaralah dia melalui lisannya dan
mendapatkan kekuatan untuk melakukan
sebagian pekerjaan setelah dirinya dikuasainya.
Hal ini bisa terjadi, jika si korban benar-benar
serius bersamanya dan patuh.
Ini adalah
imbalan untuk para penghipnotis karena
perbuatan syirik yang mereka persembahkan
kepada jin tersebut..
Jin tersebut membuat si korban berada di bawah
kendali si pelaku untuk melakukan pekerjaan
atau berita yang dimintanya.
Bantuan tersebut
diberikan oleh jin bila ia memang serius
melakukannya bersama si pelaku.
Atas dasar ini, menggunakan hipnotis dan
menjadikannya sebagai cara atau sarana untuk
menunjukkan lokasi pencurian, benda yang
hilang, mengobati pasien atau melakukan
pekerjaan lain melalui si pelaku ini tidak boleh
hukumnya. Bahkan, ini termasuk syirik karena
alasan di atas dan karena hal itu termasuk
berlindung kepada selain Allah terhadap hal yang
merupakan sebab-sebab biasa dimana Allah
Ta'ala menjadikannya dapat dilakukan oleh para
makhluk dan membolehkannya bagi mereka.
Wa Shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammad Wa
Alihi Wa Shahbihi Wa Sallam
[Kumpulan Fatwa Lajnah Daimah, Juz 11,
hal-400-402]