Siapa yang tidak mau masuk
golongan mereka? Siapakah mereka sebenarnya
dan amalan apakah yang mereka harus kita
lakukan agar bisa masuk kedalam
golongan 70.000 Orang Yang Masuk Surga
Tanpa Hisab dan Adzab, Berikut adalah syarah /
penjelasan hadit's mengenai golongan 70.000
Orang Yang Masuk Surga Tanpa Hisab dan
Adzab
ﻋَﻦْ ﺣُﺼَﻴْﻦ ﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﺮَّ ﺣْـﻤَﻦٍ ﻗَﺎﻝَ ﻛُﻨْﺖُ ﻋِﻨْﺪَ ﺳَﻌِﻴﺪِ ﺑْﻦِ
ﺟُﺒَﻴْﺮٍ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺃَﻳُّﻜُﻢْ ﺭَﺃَﻯ ﺍﻟْﻜَﻮْﻛَﺐَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺍﻧْﻘَﺾَّ ﺍﻟْﺒَﺎﺭِﺣَﺔَ ﻗُﻠْﺖُ
ﺃَﻧَﺎ ﺛُـﻢَّ ﻗُﻠﺖُ ﺃَﻣَﺎ ﺇِﻧِّـﻲ ﻟَـﻢْ ﺃَﻛُﻦْ ﻓِـﻲ ﺻَﻼَﺓٍ ﻭَﻟَﻜِﻨِّـﻲ ﻟُﺪِﻏْﺖُ
ﻗَﺎﻝَ ﻓَﻤَﺎﺫَﺍ ﺻَﻨَﻌْﺖَ ﻗُﻠْﺖُ ﺍﺳْـﺘَﺮْﻗَﻴْـﺖُ ﻗَﺎﻝَ ﻓَﻤَﺎ ﺣَﻤَﻠَﻚَ ﻋَﻠَﻰ
ﺫَﻟِﻚَ ﻗُﻠْﺖُ ﺣَﺪِﻳﺚٌ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎﻩُ ﺍﻟﺸَّﻌْﺒِـﻲُّ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻭَﻣَﺎ ﺣَﺪَّﺛَﻜُﻢُ
ﺍﻟﺸَّﻌْﺒِـﻲُّ ﻗُﻠْﺖُ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻋَﻦْ ﺑُﺮَﻳْﺪَﺓَ ﺑْﻦِ ﺣُﺼَﻴْﺐٍ ﺍْﻷَﺳْﻠَﻤِـﻲِّ ﺃَﻧَّﻪُ
ﻗَﺎﻝَ ﻻَ ﺭُﻗْﻴَﺔَ ﺇِﻻَّ ﻣِﻦْ ﻋَﻴْـﻦٍ ﺃَﻭْ ﺣُـﻤَﺔٍ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻗَﺪْ ﺃَﺣْﺴَـﻦَ ﻣَﻦِ
ﺍﻧْﺘَﻬَﻰ ﺇِﻟَـﻰ ﻣَﺎ ﺳَـﻤِـﻊَ ﻭَﻟَﻜِﻦْ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺍﺑْﻦُ ﻋَﺒَّﺎﺱٍ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِـﻲِّ
ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَ ﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺎﻝَ ﻋُﺮِﺿَﺖْ ﻋَﻠَـﻲَّ ﺍْﻷُﻣَـﻢُ ﻓَﺮَﺃَﻳْﺖُ
ﺍﻟﻨَّﺒِـﻲَّ ﻭَ ﻣَﻌَﻪُ ﺍﻟﺮَّﻫَﻴْﻂُ ﻭَ ﺍﻟﻨَّﺒِـﻲَّ ﻭَ ﻣَﻌَﻪُ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﻭَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻼَﻥِ
ﻭَ ﺍﻟﻨَّﺒِـﻲَّ ﻟَﻴْﺲَ ﻣَﻌَﻪُ ﺃَﺣَﺪٌ ﺇِﺫْ ﺭُﻓِﻊَ ﻟِـﻲ ﺳَﻮَﺍﺩٌ ﻋَﻈِﻴﻢٌ ﻓَﻈَﻨَﻨْﺖُ
ﺃَﻧَّﻬُﻢْ ﺃُﻣَّﺘِـﻲ ﻓَﻘِﻴﻞَ ﻟِـﻲ ﻫَﺬَﺍ ﻣُﻮﺳَـﻰ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺴَّﻼَﻡَ ﻭَ ﻗَﻮْﻣُﻪُ
ﻭَ ﻟَﻜِﻦِ ﺍﻧْﻈُﺮْ ﺇِﻟَـﻰ ﺍْﻷُﻓُﻖِ ﻓَﻨَﻈَﺮْﺕُ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺳَﻮَﺍﺩٌ ﻋَﻈِﻴﻢٌ ﻓَﻘِﻴﻞَ
ﻟِـﻲ ﺍﻧْﻈُﺮْ ﺇِﻟَـﻰ ﺍْﻷُﻓُﻖِ ﺍْﻵﺧَﺮِ ﻓﺈِﺫَﺍ ﺳَـﻮَﺍﺩٌ ﻋَﻈِﻴﻢٌ ﻓَﻘِﻴﻞَ ﻟِـﻲ
ﻫَﺬِﻩِ ﺃُﻣَّﺘُﻚَ ﻭَ ﻣَﻌَﻬُﻢْ ﺳَﺒْﻌُﻮﻥَ ﺃَﻟْﻔًﺎ ﻳَﺪْﺧُﻠُﻮﻥَ ﺍﻟْـﺠَﻨَّﺔَ ﺑِﻐَﻴْﺮِ
ﺣِﺴَﺎﺏٍ ﻭَﻻَ ﻋَﺬَﺍﺏٍ ﺛُـﻢَّ ﻧَﻬَﺾَ ﻓَﺪَﺧَﻞَ ﻣَﻨْﺰِﻟَﻪُ ﻓَﺨَﺎﺽَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ
ﻓِـﻲ ﺃُﻭﻟَﺌِﻚَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺪْﺧُﻠُﻮﻥَ ﺍﻟْـﺠَﻨَّﺔَ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﺣِﺴَﺎﺏٍ ﻭَﻻَ ﻋَﺬَﺍﺏٍ
ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺑَﻌْﻀُﻬُﻢْ ﻓَﻠَﻌَﻠَّﻬُﻢُ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺻَﺤِﺒُﻮﺍ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ
ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَ ﺳَﻠَّﻢَ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺑَﻌْﻀُﻬُﻢْ ﻓَﻠَﻌَﻠَّﻬُﻢُ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻭُﻟِﺪُﻭﺍ ﻓِـﻲ
ﺍْﻹِﺳْﻼَﻡِ ﻭَ ﻟَـﻢْ ﻳُﺸْﺮِﻛُﻮﺍ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَ ﺫَﻛَﺮُﻭﺍ ﺃَﺷْﻴَﺎﺀَ ﻓَـﺨَﺮَﺥَ
ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَ ﺳَﻠَّﻢَ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻣَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻱ
ﺗَـﺨُﻮﺿُﻮﻥَ ﻓِـﻴﻪِ ﻓَﺄَﺧْﺒَﺮُﻭﻩُ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻫُﻢُ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻻَ ﻳَﺮْﻗُﻮﻥَ ﻭَﻻَ
ﻳَﺴْﺘَﺮْﻗُﻮﻥَ ﻭَ ﻻَ ﻳَﺘَﻄَﻴَّﺮُﻭﻥَ ﻭَ ﻋَﻠَﻰ ﺭَﺑِّـﻬِﻢْ ﻳَﺘَﻮَﻛَّﻠُﻮﻥَ ﻓَﻘَﺎﻡَ
ﻋُﻜَّﺎﺷَﺔُ ﺑْﻦُ ﻣِـﺤْﺼَﻦٍ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺍﺩْﻉُ ﺍﻟﻠﻪَ ﺃَﻥْ ﻳَـﺠْﻌَﻠَﻨِﻲ ﻣِﻨْﻬُﻢْ
ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺃَﻧْﺖَ ﻣِﻨْﻬُﻢْ ﺛُـﻢَّ ﻗَﺎﻡَ ﺭَﺟُﻞٌ ﺁﺟَﺮُ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺍﺩْﻉُ ﺍﻟﻠﻪَ ﺃَﻥْ
ﻳَـﺠْﻌَﻠَﻨِﻲ ﻣِﻨْﻬُﻢْ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺳَﺒَﻘَﻚَ ﺑِـﻬَﺎ ﻋُﻜَّﺎﺷَﺔُ
Dari Hushain bin Abdurrahman berkata:
"Ketika saya berada di dekat Sa'id bin Jubair, dia
berkata: "Siapakah diantara kalian yang melihat
bintang jatuh semalam?"
Saya menjawab:
"Saya.”
Kemudian saya berkata:
"Adapun saya ketika itu tidak dalam keadaan
sholat, tetapi terkena sengatan kalajengking."
Lalu ia bertanya:
"Lalu apa yang anda kerjakan?"
Saya menjawab:
"Saya minta diruqyah"
Ia bertanya lagi:
"Apa yang mendorong anda melakukan hal
tersebut?"
Jawabku:
"Sebuah hadits yang dituturkan Asy-Sya'bi
kepada kami."
Ia bertanya lagi:
"Apakah hadits yang dituturkan oleh Asy-Sya'bi
kepada anda?"
Saya katakan:
"Dia menuturkan hadits dari Buraidah bin
Hushaib:
'Tidak ada ruqyah kecuali karena 'ain atau
terkena sengatan.'."
Sa'id pun berkata:
"Alangkah baiknya orang yang beramal sesuai
dengan nash yang telah didengarnya, akan tetapi
Ibnu Abbas radhiyallâhu'anhu menuturkan
kepada kami hadits dari Nabi Shallallâhu 'Alaihi
Wasallam, Beliau bersabda:
'Saya telah diperlihatkan beberapa umat oleh
Allâh, lalu saya melihat seorang Nabi bersama
beberapa orang, seorang Nabi bersama seorang
dan dua orang dan seorang Nabi sendiri, tidak
seorangpun menyertainya. Tiba-tiba
ditampakkan kepada saya sekelompok orang
yang sangat banyak. Lalu saya mengira mereka
itu umatku, tetapi disampaikan kepada saya:
"Itu adalah Musa dan kaumnya".
Lalu tiba-tiba saya melihat lagi sejumlah besar
orang, dan disampaikan kepada saya:
"Ini adalah umatmu, bersama mereka ada tujuh
puluh ribu orang, mereka akan masuk surga
tanpa hisab dan adzab.".'
Kemudian Beliau bangkit dan masuk rumah.
Orang-orang pun saling berbicara satu dengan
yang lainnya,
'Siapakah gerangan mereka itu?'
Ada diantara mereka yang mengatakan:
'Mungkin saja mereka itu sahabat Rasulullâh
Shallallâhu 'Alaihi Wasallam.'
Ada lagi yang mengatakan:
'Mungkin saja mereka orang-orang yang
dilahirkan dalam lingkungan Islam dan tidak
pernah berbuat syirik terhadap Allâh.'
dan menyebutkan yang lainnya.
Ketika Rasulullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam
keluar, mereka memberitahukan hal tersebut
kepada beliau. Beliau bersabda:
'Mereka itu adalah orang yang tidak pernah
minta diruqyah, tidak meminta di kay dan tidak
pernah melakukan tathayyur serta mereka
bertawakkal kepada Rabb mereka.'
Lalu Ukasyah bin Mihshon berdiri dan berkata:
'Mohonkanlah kepada Allâh, mudah-mudahan
saya termasuk golongan mereka!'
Beliau menjawab:
'Engkau termasuk mereka'
Kemudian berdirilah seorang yang lain dan
berkata:
'Mohonlah kepada Allâh, mudah-mudahan saya
termasuk golongan mereka!'
Beliau menjawab:
'Kamu sudah didahului Ukasyah.'."
TAKHRIJ HADIST
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim.
BIOGRAFI SINGKAT RAWI DAN SAHABAT YANG
TERDAPAT DALAM HADITS
Hushain bin Abdurrahman, beliau adalah As-
Sulami Abu Hudzail Al-Kûfi, seorang yang tsiqah.
Wafat pada tahun 136 H pada usia 93 tahun.
Sa'id bin Jubair, beliau adalah seorang imam
yang faqih termasuk murid senior Ibnu Abbas
radhiyallâhu'anhu. Periwayatannya dari Aisyah
radhiyallâhu'anha dan Abu Musa adalah mursal,
beliau seorang pemimpin Bani As'ad yang
dibunuh oleh Al-Hajâj bin Yusuf ats-Tsaqafiy
tahun 95 H dalam usia 50 tahun.
Asy-Sya'bi, beliau bernama Amir bin Surahil al-
Hamadani, dilahirkan pada masa kekhalifahan
Umar radhiyallâhu'anhu dan termasuk tabi'in
terkenal dan ahli fiqih mereka, wafat tahun 103
H.
Buraaidah bin al-Hushaib, beliau adalah Ibnul
Harits al-Aslamy, shahabat masyhur, wafat
tahun 63 menurut pendapat Ibnu Sa'ad.
Ukasyah bin Mihshon radhiyallâhu'anhu, beliau
berasal dari Bani As'ad bin Khuzaimah dan
termasuk pendahulu dalam Islam. Beliau hijrah
dan menyaksikan perang Badar dan perang-
perang lainnya. Beliau mati syahid dalam perang
Riddah dibunuh Thulaihah al-Asady tahun 12 H.
Kemudian Thulaihah masuk Islam setelah itu,
ikut berjihad melawan Persi pada hari Al-
Qadisiyah bersama Sa'ad bin Abu Waqash dan
mati syahid di Waqi'atûl Jasri'al-Mashurah.
KEDUDUKAN HADITS
Hadits ini menjelaskan beberapa hal,
diantaranya :
Pentingnya beramal dengan dalil,
Penjelasan tidak semua Nabi punya pengikut,
dan
Penjelasan mengenai golongan yang masuk
surga tanpa hisab dan adzab.
KETERANGAN HADITS
Beramal dengan dalil.
Hushain bin Abdurrahman terkena sengatan
kalajengking, lalu meminta ruqyah dalam
pengobatannya. Beliau lakukan hal itu bukan
tanpa dalil. Beliau berdalil dengan hadits dari
Buraidah bin al-Husaib
"Tidak ada ruqyah kecuali karena ain atau
sengatan kalajengking".
Jumlah pengikut Nabi.
Sa'id mendengar hadits dari Ibnu Abbas
radhiyallâhu'anhu, berisi keterangan diperlihatkan
kepada Nabi beberapa umat. Beliau melihat
seorang nabi beserta pengikutnya yang
jumlahnya tidak lebih dari sepuluh. Seorang nabi
beserta satu atau dua orang pengikutnya, dan
seorang nabi yang tidak memiliki pengikut.
Kemudian diperlihatkan kepada beliau
sekelompok manusia yang banyak dan ternyata
adalah umat Nabi Musa 'alaihissalam. Kemudian
baru diperlihatkan umat Beliau sebanyak 70 ribu
orang yang masuk surga tanpa hisab dan adzab.
Hal ini menunjukkan kebenaran itu tidak dilihat
dari banyaknya pengikut.
Golongan yang masuk surga tanpa hisab dan
adzab.
Mereka adalah umat Rasûlullâh Shallallâhu
'Alaihi Wasallam yang merealisasikan tauhid.
Sebagaimana dalam riwayat Ibnu Fudhail:
"Dan akan masuk surga diantara mereka 70 ribu
orang."
Demikian juga dalam hadits Abu Hurairah dalam
shahihain:
"Wajah-wajah mereka bersinar seperti sinar
bulan pada malam purnama".
Dalam hal yang sama Imam Ahmad rahimahullâh
dan Baihaqi rahimahullâh meriwayatkan hadits
Abu Hurairah radhiyallâhu'anhu dengan lafadz:
"Maka saya minta tambah (kepada Rabbku),
kemudian Allâh memberi saya tambahan setiap
seribu orang itu membawa 70 ribu orang lagi".
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata mengomentari
sanad hadits ini:
"Sanadnya jayyid (bagus)".
Mereka itu adalah orang-orang yang:
A. Tidak minta diruqyah.
Demikianlah yang ada dalam shahihain. Juga
pada hadits Ibnu Mas'ud radhiyallâhu'anhu
dalam musnad Imam Ahmad rahimahullâh.
Sedangkan dalam riwayat Imam Muslim ( ﻭَﻻَ
ﻳَﺮْﻗُﻮْﻥَ ) artinya yang tidak meruqyah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
"Ini merupakan lafadz tambahan dari prasangka
rawi dan Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam tidak
bersabda ( ﻭَﻻَ ﻳَﺮْﻗُﻮْﻥَ ) karena Nabi Shallallâhu
'Alaihi Wasallam pernah ditanya tentang ruqyah,
lalu beliau menjawab:
“Barangsiapa diantara kalian mampu memberi
manfaat kepada saudaranya, maka berilah
padanya manfaat"
dan bersabda:
"Boleh menggunakan ruqyah selama tidak terjadi
kesyirikan padanya."
Ditambah lagi dengan amalan Jibril 'alaihissalam
yang meruqyah Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam
dan Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam meruqyah
shahabat-shahabatnya. Beliaupun menjelaskan
perbedaan antara orang yang meruqyah dengan
orang yang meminta diruqyah:
"Mustarqi (orang yang meminta diruqyah) adalah
orang yang minta diobati, dan hatinya sedikit
berpaling kepada selain Allâh. Hal ini akan
mengurangi nilai tawakkalnya kepada Allâh.
Sedangkan arrâqi (orang yang meruqyah) adalah
orang yang berbuat baik."
Beliau berkata pula:
"Dan yang dimaksud sifat golongan yang
termasuk 70 ribu itu adalah tidak meruqyah
karena kesempurnaan tawakkal mereka kepada
Allâh dan tidak meminta kepada selain mereka
untuk meruqyahnya serta tidak pula minta di
kay." Demikian pula hal ini disampaikan Ibnul
Qayyim.
B. Tidak Minta di kay ( ﻭَﻻَ ﻳَﻜْﺘَﻮُﻭْﻥَ )
Mereka tidak minta kepada orang lain untuk
mengkay sebagaimana mereka tidak minta
diruqyah. Mereka menerima qadha' dan
menikmati musibah yang menimpa mereka.
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Ali Syaikh
berkata:
"Sabda Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam
( ﻻَ ﻳَﻜْﺘَﻮُﻭْﻥَ ) lebih umum dari pada sekedar minta
di kay atau melakukannya dengan kemauan
mereka.
Sedangkan hukum kay sendiri dalam Islam tidak
dilarang, sebagaimana dalam hadits yang shahih
dari Jabir bin Abdullah:
Bahwa Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam
mengutus seorang tabib kepada Ubay bin Ka'ab,
lalu dia memotong uratnya dan meng-kay-nya.
Demikan juga di jelaskan dalam shahih Bukhari
dari Anas radhiyallâhu'anhu :
Anas berkata, “Bahwasanya aku mengkay bisul
yang ke arah dalam sedangkan Nabi Shallallâhu
'Alaihi Wasallam masih hidup.”
Dan dalam riwayat dari Tirmidzi dan yang
lainnya dari Anas:
Sesungguhnya Nabi mengkay As'ad bin Zurarah
karena sengatan kalajengking Juga dalam shahih
Bukhari dari Ibnu Abbas secara marfu':
“Pengobatan itu dengan tiga cara yaitu dengan
berbekam, minum madu dan kay dengan api dan
saya melarang umatku dari kay. (Dalam riwayat
yang lain: "Dan saya tidak menyukai kay").
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Hadits-
hadits tentang kay itu mengandung 4 hal yaitu:
Perbuatan Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi
Wasallam. Hal itu menunjukkan bolehnya
melakukan kay.
Rasulullah tidak menyukainya. Hal itu tidak
menunjukkan larangan.
Pujian bagi orang yang meninggalkan.
Menunjukkan meninggalkan kay itu lebih utama
dan lebih baik.
Larangan melakukan kay. Hal itu menunjukkan
jalan pilihan dan makruhnya kay.
C. Tidak Melakukan Tathayyur
Mereka tidak merasa pesimis, tidak merasa
bernasib sial atau buruk karena melihat burung
atau binatang yang lainnya.
4. Mereka Bertawakal Kepada Allâh
Disebutkan dalam hadits ini, perbuatan dan
kebiasaan itu bercabang dari rasa tawakkal dan
berlindung serta bersandar hanya kepada Allâh.
Hal tersebut merupakan puncak realisasi tauhid
yang membuahkan kedudukan yang mulia berupa
mahabbah (rasa cinta), raja' (pengharapan),
khauf (takut) dan ridha kepada Allâh sebagai
Rabb dan Ilah serta ridha dengan qadha'-Nya.
Ketahuilah makna hadits di atas tidak
menunjukkan bahwa mereka tidak mencari sebab
sama sekali. Karena mencari sebab (supaya
sakitnya sembuh) termasuk fitrah dan sesuatu
yang tidak terpisah darinya.
Allâh Ta'ala berfirman:
"Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada
Allâh, maka Allâh akan cukupi segala
kebutuhannya."
(Ath-thalaq: 3)
Mereka meninggalkan perkara-perkara (ikhtiyar)
makruh walaupun mereka sangat butuh dengan
cara bertawakkal kepada Allâh. Seperti kay dan
ruqyah, mereka meninggalkan hal itu karena
termasuk sebab yang makruh. Apalagi perkara
yang haram.
Adapun mencari sebab yang bisa menyembuhkan
penyakit dengan cara yang tidak dimakruhkan,
maka tidak membuat cacat dalam tawakkal.
Dengan demikian kita tidaklah meninggalkan
sebab-sebab yang disyari'atkan, sebagaimana
dijelaskan dalam shahihain dari Abu Hurairah
radhiAllâhu’anhu secara marfu'.
”Tidaklah Allâh menurunkan suatu penyakit
kecuali menurunkan obat untuknya, mengetahui
obat itu orang yang mengetahuinya dan tidak
tahu obat itu bagi orang yang tidak
mengetahuinya.”
Dari Usamah bin Syarik dia berkata: Suatu ketika
saya di sisi Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam ,
datanglah orang Badui dan mereka bertanya,
“Wahai Rasulullah, apakah kami saling
mengobati?"
Beliau menjawab: "Ya, wahai hamba-hamba
Allâh saling mengobatilah, sesungguhnya Ta'ala
tidaklah menimpakan sesuatu kecuali Dia telah
meletakkan obat baginya, kecuali satu penyakit
saja, yaitu pikun.”
(HR. Ahmad)
Berkata Ibnu Qoyyim rahimahullah: Hadits-
hadits ini mengandung penetapan sebab dan
akibat, dan sebagai pembatal perkataan orang
yang mengingkarinya.
Perintah untuk saling mengobati tidak
bertentangan dengan tawakkal. Sebagaimana
menolak lapar dan haus, panas dan dingin
dengan lawan-lawannya (misalnya lapar dengan
makan). Itu semua tidak menentang tawakkal.
Bahkan tidaklah sempurna hakikat tauhid kecuali
dengan mencari sebab yang telah Allâh Ta'ala
jadikan sebab dengan qadar dan syar'i. Orang
yang menolak sebab itu malah membuat cacat
tawakkalnya.
Hakikat tawakal adalah bersandarnya hati
kepada Allâh Ta’ala kepada perkara yang
bermanfaat bagi hamba untuk diri dan dunianya.
Maka bersandarnya hati itu harus diimbangi
dengan mencari sebab. Kalau tidak berarti ia
menolak hikmah dan syari'at. Maka seseorang
hamba tidak boleh menjadikan kelemahannya
sebagai tawakkal dan tidaklah tawakkal sebagai
kelemahan.
Para ulama berselisih dalam masalah berobat,
apakah termasuk mubah, lebih baik ditinggalkan
atau mustahab atau wajib dilakukan? Yang
masyhur menurut Imam Ahmad adalah pendapat
pertama, yaitu mubah dengan dasar hadits ini
dan yang semakna dengannya.
Sedangkan pendapat yang menyatakan lebih
utama dilakukan adalah madzhab Syafi'i dan
jumhur salaf dan khalaf serta al-Wazir Abul
Midhfar, Demikian dijelaskan oleh Imam Nawawi
dalam Syarah Muslim. Sedangkan Madzhab Abu
Hanifah menguatkan sampai mendekati wajib
untuk berobat dan Madzhab Imam Malik
menyatakan sama saja antara berobat dan
meninggalkannya, sebagaimana disampaikan
oleh Imam Malik: "Boleh berobat dan boleh juga
meninggalkannya."
Dalam permasalahan ini, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah berkata: "Tidaklah wajib menurut
jumhur para imam, sedangkan yang mewajibkan
hanyalah sebagian kecil dari murid Imam Syafi'i
dan Imam Ahmad.”
5. Kisah 'Ukasyah bin Mihshan 'Ukasyah
'Ukasyah bin Mihshan 'Ukasyah meminta kepada
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam supaya
mendo'akannya masuk dalam golongan orang
yang masuk surga tanpa hisab dan adzab.
Lalu Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam
menjawab: "Engkau termasuk dari mereka."
Sebagaimana dalam riwayat Bukhari beliau
berdo'a: "Ya Allâh jadikanlah dia termasuk
mereka."
Dari sini diambil sebagai dalil dibolehkan minta
do'a kepada orang yang lebih utama. Kemudian
temannya yang tidak disebutkan namanya
meminta Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam
mendo'akannya pula, tapi Rasullullah SalAllâhu
‘Alaihi Wassalam menjawab: "Engkau telah
didahului 'Ukasyah."
Berkata Al-Qurthubi: "Bagi orang yang kedua
keadaanya tidak seperti 'Ukasyah, oleh karena
itu permintaannya tidak dikabulkan, jika
dikabulkan tentu akan membuka pintu orang lain
yang hadir untuk minta dido'akan dan perkara
itu akan terus berlanjut. Dengan itu beliau
menutup pintu tersebut dengan jawabannya yang
singkat. Berkata Syaikh Abdirrahman bin Hasan
Alu Syaikh: "Didalamnya terdapat penggunaan
ungkapan sindiran oleh Rasûlullâh Shallallâhu
'Alaihi Wasallam dan keelokkan budi pekerti
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam.”
FAIDAH-FAIDAH HADITS:
Beramal dengan berdasarkan dalil yang ada.
Umat-umat telah ditampakkan kepada Rasulullah
Shallallâhu 'Alaihi Wasallam.
Setiap umat dikumpulkan sendiri-sendiri bersama
nabinya.
Kebenaran itu tidak dilihat pada banyaknya
pengikut tetapi kualitasnya.
Keistimewaan umat Islam dengan kualitas dan
kuantitasnya.
Diperbolehkan melakukan ruqyah karena terkena
ain dan sengatan.
Di dalam hadits terdapat penjelasan manhaj
salaf. Hal ini dapat dipahami dari perkataan
Sa'id bin Jubair: "Sungguh telah berbuat baik
orang yang mengamalkan hadits yang telah ia
dengar." Dengan demikian jelaslah bahwa hadits
yang pertama tidak bertentangan dengan hadits
kedua.
Tidak minta diruqyah (tidak meminta supaya
lukanya ditempel dengan besi yang dipanaskan)
dan tidak melakukan tathayyur adalah termasuk
pengamalan tauhid yang benar.
Sikap tawakkal kepada Allâh lah yang mendasari
sikap tersebut
Dalamnya ilmu para shahabat. Karena mereka
mengetahui orang yang dinyatakan dalam hadits
tersebut tidak dapat mencapai derajat dan
kedudukan yang demikian kecuali dengan
amalan.
Gairah dan semangat para sahabat untuk
berlomba-lomba mengerjakan amal kebaikan.
Golongan yang masuk surga tanpa hisab dan
adzab adalah yang tidak minta diruqyah, dikay
dan tidak melakukan tathayyur serta bertawakkal
kepada Rabb dengan sempurna.
Sabda Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam :
"Kamu termasuk golongan mereka," adalah salah
satu tanda kenabian beliau.
Keutamaan 'Ukasyah
Penggunaan kata sindiran: "Kamu sudah
kedahuluan 'Ukasyah." Tidak berkata: "Kamu
tidak pantas untuk dimasukkan ke golongan
mereka."
Keelokkan budi pekerti Rasûlullâh Shallallâhu
'Alaihi Wasallam.
Disadur dari: Fathul Majid Syarh Kitabut Tauhid
(hal 54-62) karya Syaikh Abdir Rohman bin
Hasan Alu Syaikh.