Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
ﻗُﻞْ ﺃُﻭﺣِﻲَ ﺇِﻟَﻲَّ ﺃَﻧَّﻪُ ﺍﺳْﺘَﻤَﻊَ ﻧَﻔَﺮٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺠِﻦِّ ﻓَﻘَﺎﻟُﻮﺍ ﺇِﻧَّﺎ
ﺳَﻤِﻌْﻨَﺎ ﻗُﺮْﺁﻧًﺎ ﻋَﺠَﺒًﺎ
“Katakanlah (wahai Muhammad): “Telah
diwahyukan kepadaku bahwasanya:
sekumpulan jin telah mendengarkan (Al
Qur’an), lalu mereka berkata: “Sesungguhnya
kami telah mendengarkan Al Qur’an yang
menakjubkan“ (QS. Al Jin: 1)
Faidah:
Ada jin yang mu’min, ada jin yang kafir
Jin juga mengakui keistimewaan dan
keagungan Al Qur’an
Di dunia jin pun ada dakwah
Di bacakan Al Qur’an kepada
sekelompok jin ini dalam rangka
menegakkan hujjah atas mereka
Dakwah yang haq diantara kaum jin pun
berlandaskan Al Qur’an dan As Sunnah
ﻳَﻬْﺪِﻱ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﺮُّﺷْﺪِ ﻓَﺂﻣَﻨَّﺎ ﺑِﻪِ ﻭَﻟَﻦْ ﻧُﺸْﺮِﻙَ ﺑِﺮَﺑِّﻨَﺎ ﺃَﺣَﺪًﺍ
“(yang) memberi petunjuk kepada jalan yang
benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami
sekali-kali tidak akan mempersekutukan
seorang pun dengan Tuhan kami,” (QS. Al Jin:2
2)
Faidah:
Syaikh As Sa’di menuturkan: “Ar
Rusyd adalah segala sesuatu yang
menuntun manusia kepada maslahat
dunia dan akhirat”
Ar Rusyd ( ﺍﻟﺮﺷﺪ) dan Al Huda ( ﺍﻟﻬﺪﻯ )
adalah dua istilah yang sama jika
digunakan sendirian. Namun jika
digunakan dalam satu tempat, Al
Huda artinya ilmu yang benar, lawannya
adalah Adh Dhalaal ( ﺍﻟﻀﻼﻝ ), yaitu ilmu
yang sesat. Sedangkan Ar Rusyd artinya
amal yang benar, lawannya adalah Al
Ghayy ( ﺍﻟﻐﻲ ), yaitu amal keburukan
(Lihat Ighatsatul Lahfaan, 2/168)
Huruf fa’ pada kata ﻓﺎﻣﻨﺎ ﺑﻪ menujukkan
adanya sebab akibat.
Yaitu para jin
yang beriman tersebut menegaskan
bahwa Al Qur’an adalah sebab mereka
menjadi beriman. Inilah cara beragama
yang benar, mengimani sesuatu karena
dalil, mengamalkan sesuatu karena
dalil, bukan karena ikut-ikutan, taqlid
buta atau karena kebetulan sesuai
dengan apa yang diinginkan.
Iman yang didasari atas dalil lah yang
menjadikannya kokoh, bahkan iman
yang kokoh ini membuahkan berbagai
macam kebaikan agama lainnya.
Sebaliknya iman yang hanya didasari
oleh ikut-ikutan atau fanatik buta,
adalah iman yang lemah dan tidak akan
membuahkan kebaikan bagi kondisi
agamanya.
Islam yang sempurna tidak cukup
menetapkan keimanan ( al itsbaat)
namun juga wajib mengingkari
kesyirikan ( an nafyu ). Inilah potret iman
yang kokoh hasil pendidikan Qur’ani.
Membenci dan menjauhi kesyirikan
sudah menjadi konsekuensi keimanan.
Namun dalam ayat ini, seolah para jin
ingin menyindir kaum musyrikinyang
hanya mengaku beriman kepada Allah
namun di sisi lain, sambil beribadah
kepada Allah mereka
juga nyambi beribadah kepada selain
Allah alias berbuat syirik.
ﻭَﺃَﻧَّﻪُ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺟَﺪُّ ﺭَﺑِّﻨَﺎ ﻣَﺎ ﺍﺗَّﺨَﺬَ ﺻَﺎﺣِﺒَﺔً ﻭَﻟَﺎ ﻭَﻟَﺪًﺍ
“dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran
Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula)
beranak .” (QS. Al Jin: 3)
Faidah:
Para jin tersebut mengakui
kesempurnaan Dzat Allah, dan mereka
seolah membantah para hamba yang
mengklaim bahwa Allah memiliki istri
dan anak
Memiliki istri dan anak adalah sifat
kekurang-sempurnaan ( naqish) karena
menunjukkan adanya kebutuhan
terhadap entitas lain, padahal Allah
adalah Al Ghaniyyu .
ﻭَﺃَﻧَّﻪُ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺳَﻔِﻴﻬُﻨَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺷَﻄَﻄًﺎ
“Dan bahwasanya: orang yang kurang akal
daripada kami dahulu selalu mengatakan
(perkataan) yang melampaui batas terhadap
Allah“ (QS. Al Jin: 4)
Faidah:
Syaikh As Sa’di berkata:
“Syathatha ( ﺷﻄﻄﺎ) maksudnya
perkataan yang jauh dari kebenaran dan
melampaui batas. Perkataan yang
demikian terhadap Allah tentu hanya
dikatakan oleh orang-orang bodoh dan
kurang akalnya walaupun ia dianggap
terhormat atau pandai oleh kaumnya”.
ﻭَﺃَﻧَّﺎ ﻇَﻨَﻨَّﺎ ﺃَﻥْ ﻟَﻦْ ﺗَﻘُﻮﻝَ ﺍﻟْﺈِﻧْﺲُ ﻭَﺍﻟْﺠِﻦُّ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻛَﺬِﺑًﺎ
“dan sesungguhnya kami mengira, bahwa
manusia dan jin sekali-kali tidak akan
mengatakan perkataan yang dusta terhadap
Allah“ (QS. Al Jin: 5)
Faidah:
Syaikh As Sa’di berkata: “Maksudnya,
para jin tersebut mengatakan ‘dahulu
kami tertipu oleh orang-orang
terpandang di kalangan jin dan
manusia. Kami berprasangka baik
kepada mereka.
Kami mengira, mereka
tidak mungkin berkata bohong tentang
Allah’ “.
Berkata dusta tentang Allah atau
berkeyakinan tentang Allah tanpa dasar
adalah hal yang secara naluriah
dianggap perkara yang tercela.
Apa yang terjadi pada para jin itu
sungguh terjadi juga pada manusia,
sampai di zaman ini.
Betapa banyak
orang yang dalam beragama hanya
taqlid buta kepada tokoh-tokoh, entah
disebut kiai, ajengan, sepuh,
cendikiawan, ustadz, rois, syaikh, dsb.
Mereka menjalani hal-hal yang
bertentangan dengan syariat Islam
dengan dalih sekedar berprasangka
bahwa tokoh-tokoh mereka itu tidak
akan salah, tidak akan keliru dan tidak
akan berdusta.
Cara mendakwahi orang yang sudah
taqlid buta, adalah dengan
mengenalkannya kepada Al Qur’an dan
Sunnah. Sebagaimana para jin ini
bertaubat dari taqlid buta karena Al
Qur’an.
ﻭَﺃَﻧَّﻪُ ﻛَﺎﻥَ ﺭِﺟَﺎﻝٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺈِﻧْﺲِ ﻳَﻌُﻮﺫُﻭﻥَ ﺑِﺮِﺟَﺎﻝٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺠِﻦِّ
ﻓَﺰَﺍﺩُﻭﻫُﻢْ ﺭَﻫَﻘًﺎ
“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki
di antara manusia meminta perlindungan
kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka
jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan
kesalahan “ (QS. Al Jin: 6)
Faidah:
Meminta bantuan jin adalah perbuatan
yang tercela dan dilarang dalam Islam.
Kata ﺍﻟْﺠِﻦِّ di sini dalam
bentuk ma’rifah sehingga memberikan
makna umum, yaitu semua jenis jin.
Sehingga dilarang meminta bantuan
kepada jin, baik kepada jin kafir maupun
jin muslim, jin fasiq maupun jin muslim
yang taat beribadah.
Syaikh As Sa’di menjelaskan, kata
ﻓَﺰَﺍﺩُﻭﻫُﻢْ
memiliki dua kemungkinan:
Kemungkinan pertama, fa’ilnya
mengacu pada
ﺭِﺟَﺎﻝٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺈِﻧْﺲ
ِ
dan ﻫﻢ mengacu pada jin.
Artinya perbuatan tersebut
menambahkan dosa dan
keburukan bagi jin yang dimintai
bantuan.
Dikarenakan jin
tersebut akan menjadi sombong,
pongah merasa dirinya hebat
dan semakin suka memperdaya
manusia.
Kemungkinan kedua, fa’ilnya
mengacu pada
ﺭِﺟَﺎﻝٍ ﻣِﻦَ
ﺍﻟْﺠِﻦِّ
dan ﻫﻢ mengacu pada
manusia. Artinya perbuatan
tersebut menambahkan dosa dan
keburukan bagi manusia yang
meminta bantuan. Dikarenakan
manusia tersebut beristi’adzah
kepada selain Allah dan ia pun
akan menjadi orang yang
senantiasa was-was dan takut
akan gangguan jin sehingga
akhirnya selalu ber-
isti’adzah kepada jin ketika
menemui sesuatu yang
membuatnya khawatir.
Sebagaimana sebagian orang
ketika baru mau masuk lembah
saja sudah khawatir dan berkata:
“Wahai penunggu lembah
lindungi saya dari temanmu yang
jahat”.
Buruk dan tercelanya perbuatan
meminta bantuan kepada jin, serta
akibat buruk yang ditimbulkan sudah
diakui, ditegaskan dan dibenarkan oleh
bangsa jin sendiri.
Allahu’alam.
Referensi: Taisir Karimirrahman , Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As Sa’di